Dalam mitologi dan legenda yang muncul dari berbagai belahan dunia, raksasa adalah makhluk yang menyerupai manusia atau hewan, namun berukuran lebih besar daripada ukuran normal manusia atau hewan tersebut. Dongeng dan legenda menyatakan bahwa raksasa merupakan bangsa makhluk yang bodoh dan bengis, suka mengganggu dan memakan manusia, namun ada beberapa dongeng dan legenda yang menyatakan sebaliknya. Raksasa dianggap suatu ancaman karena manusia tidak mampu menandingi ukuran serta tenaganya yang besar, namun tidak sedikit yang memberi gagasan tentang raksasa sebagai makhluk hidup yang berdampingan dengan manusia. Dalam kosakata bahasa Indonesia, “raksasa” dipakai sebagai istilah yang digunakan untuk menyebutkan sesuatu yang berukuran lebih besar daripada ukuran normal. Kata Raksasa dalam bahasa Indonesia berasal dari kata “Rakshasah” (Sansekerta: yang berarti kejam). Rakshasa adalah makhluk dalam mitologi Hindu. Dalam kesusastraan Hindu yang datang ke Indonesia, seperti misalnya Ramayana dan Mahābhārata, terdapat istilah “rakshasa” yang digunakan untuk merujuk kepada bangsa makhluk yang jahat. Kemudian kesusastraan tersebut diangkat menjadi pertunjukkan wayang dan Rakshasa dideskripsikan berukuran besar. Sampai kini istilah “raksasa” merujuk kepada sesuatu yang berukuran besar. Keunikan mitologi raksasa seperti tersebut di atas dapat di jadikan sumber inspirasi dalam menciptakan produk-produk kreatif dalam bentuk seni topeng modern.
Menurut Anom Sumber inspirasi dalam menciptakan seni topeng tidak pernah habis-habisnya terlebih lagi sebagai seniman hidup di pulau dewata yang kaya dengan keunikan budayanya menjadikan seniman lebih leluasa didalam olah seni sehingga dapat melahirkan karya-karya seni yang berkualitas. Selain itu seperti yang telah diuraikan di atas sebagai seniman topeng Anom tidak hanya berkutat di Bali saja namun pengalamannya menjelajah keberbagai negara serta mempunyai murid dari berbagai belahan dunia menjadikan Anom lebih kreatif di dalam olah seni. Ide membuat topeng-topeng raksasa tidak saja terinspirasi dari topeng raksasa tradisional Bali akan tetapi juga terinspirasi dari topeng-topeng raksasa atau topeng-topeng trasisional lainnya seperti topeng dari Irian, Kalimantan, Jawa, Madura dan bahkan topeng-topeng dari negara lain seperti Meksico, Tailan dan Jepang turut memberikan andil dalam penciptan karya seninya. Topeng-topeng tersebut diungkapkan kembali dan dimodifikasi sesuai dengan keinginannya serta diberikan hiasan berupa rambut baik terbuat dari ijuk, daunlontar dan rambut asli. Pemberian rambut-rambut tersebut pada dasarnya untuk mempertegas karakter topeng raksasa dan sebagai identitas topeng raksasa yang selalu menampilkan rambutnya yang kejur atau rambut yang urakan. Topeng raksasa karya Anom merupakan olahan yang penuh dengan pertimbangan-pertimbanga nilai estetis sebagai karya seni yang mengedepankan nilai-nilai simbol seperti yang terungkap dalam pewarnaan dan bentuk tampilan toleng secara utuk. Topeng raksasa diwarna-dengan warna-warna kontras sebagai simbol tidak adanya keharmonisan dalam kehidupan, dan juga menandakan kegelisahan. Sedangkan bentuknya lebih menekankan pada bentuk-bentuk bidang yang lebar dengan garis-garis yang tegas sebagai ungkapan yang dapat mewakili sifat-sifat raksasa seperti bengis, dengki dan pemarah. Yang menarik dalam karya seni topeng ini, adalah kemampuan Anom dalam olah seni dengan memanfaatkan budaya-budaya luar untuk mewujudkan karya-karya yang inovatif. Topeng-topeng seperti ini sangat diminati oleh para wisatawan dari manca negara sehingga banyak perajin yang menjiplaknya atau memproduksi kembali karya-karya Anom untuk tujuan komersial.
Semua yang telah diuraikan menunjukan bahwa bentuk topeng modern Karya Ida Bagus Anom bukan saja sebuah hasil olahan kreativitas seni, melainkan sebuah cetusan ideologis dari seorang seniman Bali yang ingin tetap eksis di zaman global ini tanpa harus meninggalkan identitas budaya daerahnya. Dengan topeng-topeng modern ciptaannya, Ida Bagus Anom sepertinya ingin menunjukan bahwa untuk menghasilkan karya-karya seni modern seorang seniman tidak harus meninggalkan nilai-nilai budaya tradisional.
Dewa Indra Dalam Seribu Mata
Kultur Bali dengan Hinduismenya yang diungkapkan dalam bentuk cerita-cerita rakyat atau dongeng, digunakan sebagai simber inspirasi dalam penciptaan karya topeng modern Anom yang dilandasi dengan segala dinamika sosio-budayanya. Titik berangkat berawal dari keinginannya untuk mencoba menilai kembali hakikat kehidupan manusia yang senang dengan perselingkuhan. Dalam konteks ini, Anom berhasil mengeksploitasi sisi lain dari bentuk perselingkuhan dengan segala mitos, mitologi, sistem kepercayaan, dan dunia pewayangan yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan orang Bali, ini laksana serangkaian potret orang Bali yang tak dapat melepaskan diri dari tradisi yang kukuh mencengkramnya. Maka, rasionalitas dan irasionalitas bisa menjadi peristiwa yang aneh mencekam, mengerikan, tetapi sekaligus juga menarik, bersahaja, dan kadangkala juga menciptakan kelucuan. Topeng yang diberi judul Indra Dalam Seribu Mata diawali dengan membaca derita tengtang hasrat Indra terhadap Ahalya, cerita ini diawali dari perjalanan Sri Rama, Laksmana dan Resi Wiswamitra menuju Mitila untuk mengikuti Sayembara memperebutkan Dewi Sinta,dalam perjalannya melewati bekas peninggalan gubuk tua yang tidak terawat dan sebuah batu besar yang tertutup oleh semak belukar. Mereka berhenti sebentar dan Resi Wiswamitra menceritakan tentang Kisah Ahalya dan Resi Gautama, konon ada seorang wanita sangat cantik bernama Ahalya, dia adalah saudari dari para Kartika, putri-putri Bintang. Ahalya disebutkan sebagai wanita paling cantik di dunia yang membuat Dewa Indra sangat tergila-gila dengannya dan ingin bercinta dengan Ahalya. Akan tetapi Ahalya selalu berada dekat dengan suaminya. Indra berusaha mendekati Dewa Matahari agar membantu keinginannya, akan tetapi dengan diplomatis Sang Dewa matahari menolak. Dewa Bulan tidak seberuntung Dewa Matahari, dia ditekan dan terpaksa membantu Indra. Dewa Bulan memberitahu Indra bahwa setiap subuh, Rsi Gautama selalu melakukan puja di Sungai Gangga. Pada suatu saat Dewa Bulan meniru suara ayam jantan berkokok, sehingga Sang Rsi segera bergegas ke sungai Gangga. Begitu Sang Rsi pergi, Indra menyamar sebagai Rsi Gautama dan masuk ke gubuk di mana Ahalya berada. Ahalya sebetulnya tahu bahwa yang datang kembali itu bukan Resi Gautama, tetapi dia merasa bangga sekali ada Raja Dewa yang terpikat kecantikannya. Maka mereka pun melakukan permainan asmara.
Dalam diri Ahalya masih tersimpan insting hewani, dan potensi tersebut muncul terpicu oleh kebanggaan bahwa sang raja para Dewa pun tergila-gila kepadanya. Ahalya ingin memiliki sesuatu yang bukan miliknya. Konon Dewa Indra minta pertolongan Asura untuk mengembalikan kejantanannya. Para asura bergembira membantu, karena apabila Indra tidak melakukan hubungan suami istri, maka Indra akan semakin sakti dan menakutkan mereka. Konon mereka mengganti testis Indra dengan testis kambing pengorbanan. Mungkin itulah sebabnya banyak orang gemar memakan daging kambing, khususnya testisnya, agar kembali kejantanannya seperti Indra . Kemudian Indra bertapa agar ribuan kemaluan di badannya dapat berubah menjadi ribuan mata .Tidak mudah dimengerti mengapa Indra seorang Raja Dewa sering melakukan perbuatan yang tidak selaras dengan alam. Sebetulnya, tidak selalu Indra dimaknai Raja Dewa, sering Indra dimaknai sebagai indera manusia yang menjadi raja raga dan senang memuaskan keinginannya. Seribua kemaluan diganti seribu mata, juga dapat dimaknai manusia yang berbuat kesalahan harus merasa selalu diawasi seribu mata agar tidak melakukan kesalahan lagi. Sifat asura dalam diri manusia juga senang bila tubuh dan pikiran dapat memuaskan indera, dan tidak senang diawasi seribu mata, sehingga asura dalam diri menjadi perkasa dan dapat malang melintang tanpa diganggu hati nurani.
Bagi seorang yang sadar bahwa hubungan dengan lawan jenis, apalagi yang bukan haknya, hanya akan menimbulkan banyak permasalahan. Dan walaupun ia memenuhi hasratnya, segala sesuatu yang telah tercapai akan terasa hambar dan minta peningkatan kualitasnya. Sampai kapan hal tersebut dapat dinikmati, akan ada penyesalan besar diujung cerita sehingga harus menanggung akibatnya dalam beberapa kehidupan. Dalam konteks kehidupan masyarakat masa kini, cerita ini laksana mewartakan potret yang sesungguhnya tentang perilaku sebagaian masyarakat yang kerap mencari pembenaran, legitimasi, rasional, dengan menghadirkan sesuatu yang irasional. Kehidupan sosial seperti ini telah banyak berkembang dimasyarakat sehingga Anom menyikapinya dengan cara lain untuk menyadarkan masyarakat dengan membuat topeng Indra dalam seribu mata. Topeng ini dirarapkan dapat dijadikan tuntunan, tatanan dan tontonan dalam kehidupan berbudaya. Topeng indra dalam seribu mata, diungkapkan dalam bentuk wajah manusia yang realis dengan struktur topeng yang sebenarnya. Namun dalam pencarianny untuk menyatakan seribu mata maka topeng ini diberikan ornamen berupa gambar mata yang kedudukannya sangat seimbang. Ini membuktikan pengarug trasisi dari Anom sangat kuat melekat dihatinya.
0 Komentar