Punahnya Mbebarang Tari Topeng Cirebon
Galibnya berbagai daerah di Nusantara, Cirebon juga memiliki
tarian tradisional yakni Tari Topeng, yang memiliki beraneka ragam keunikan dan
maknanya masing-masing. Tari Topeng Cirebon ini adalah satu kesenian seni
tari asli dari Cirebon termasuk juga dari daerah Indramayu, Jatibarang,
Losari dan Brebes, Tari topeng Cirebon merupakan bagian tarian di tatar
Parahyangan, mengapa dinamakan tari topeng karena memang ketika beraksi sang
penari memakai topeng.Tari Topeng Cirebon, kini menjadi salah satu tarian yang sangat langka, sebab jenis seni tari ini adalah warisan pada zaman Kasultanan Cirebon yang sering dipentaskan di kraton, penari dan penabuh gamelan hidup berkecukupan karena ditanggung Kasultanan Cirebon.
Ironisnya, Kasultanan Cirebon tak bisa terus menerus menghidupi
kelompok kesenian karena laju perekonominya diatur oleh pemerintah kolonial
Hindia Belanda, sehingga saat itu para penari dan penabuh gamelan akhirnya
mencari mata pencaharian dengan mbebarang atau pentas
keliling kampung.
Dahulu pada tahun 1980 an Seni tari Topeng ini sering di peragakan oleh
sekelompok penari jalanan untuk mencari nafkah dan berkeliling dari satu tempat
ke tempat lainnya di kota Cirebon. Sejak itu, tari Topeng Cirebon mulai dikenal
di pedesaan. Grup-grup Tari Topeng Cirebon bermunculan dan beberapa
grup tari topeng sibuk mbebarang dari desa ke desa untuk
memeriahkan hajatan. tapi entah mengapa saat ini sudah sangat jarang di
peragakan oleh para grup tari keliling.
Hikayat Tari Topeng Cirebon
Konon, tari Topeng Cirebon ini diciptakan oleh Sultan Cirebon yaitu
Sunan Gunung Jati. Ketika Sunan Gunung Jati memimpin Cirebon, terjadilah
serangan oleh Pangeran Welang dari Karawang. Pangeran ini sangat sakti karena
memiliki pedang Curug Sewu. Melihat kesaktian sang pangeran tersebut, Sunan
Gunung Jati tidak bisa menandinginya walaupun telah dibantu oleh Sunan Kalijaga
dan Pangeran Cakrabuana. Akhirnya Sultan Cirebon memutuskan untuk melawan
kesaktian Pangeran Welang itu dengan cara diplomasi kesenian.
Berawal dari keputusan itulah kemudian terbentuk kelompok tari,
dengan Nyi Mas Gandasari sebagai penarinya. Setelah kesenian itu
terkenal, akhirnya Pangeran Welang jatuh cinta pada penari itu, dan menyerahkan
pedang Curug Sewu itu sebagai pertanda cintanya. Bersamaan dengan penyerahan
pedang itulah, akhirnya Pangeran Welang kehilangan kesaktiannya dan kemudian
menyerah pada Sunan Gunung Jati. Pangeran itupun berjanji akan menjadi pengikut
setia Sunan Gunung Jati yang ditandai dengan bergantinya nama Pangeran Welang
menjadi Pangeran Graksan.
Sementara, Thomas Stamford Raffles dalam bukunya yang
berjudul The History Of Java menyebutkan bahwa Tari topeng ini merupakan
penjabaran dari cerita panji dimana dalam suatu kelompok kesenian tari topeng terdiri
dari dalang (orang yang mendeskripsikan cerita) dan beberapa penari yang
menggenakan topeng yang berperan sebagai wayang nya. dengan diiringi alunan
musik gamelan.
Dalam tarian ini biasanya sang penari berganti topeng hingga tiga
kali secara simultan, yaitu topeng warna putih, kemudian biru dan ditutup
dengan topeng warna merah.Uniknya, tiap warna topeng yang dikenakan, gamelan yang ditabuh pun semakin keras sebagai perlambang dari karakter tokoh yang diperankan. Tarian ini diawali dengan formasi membungkuk, formasi ini melambangkan penghormatan kepada penonton dan sekaligus pertanda bahwa tarian akan dimulai.
Setelah itu, kaki para penari digerakkan melangkah maju-mundur yang diiringi dengan rentangan tangan dan senyuman kepada para penontonnya.
Gerakan ini kemudian dilanjutkan dengan membelakangi penonton dengan menggoyangkan pinggulnya sambil memakai topeng berwarna putih, topeng ini menyimbolkan bahwa pertunjukan pendahuluan sudah dimulai.
Setelah berputar-putar menggerakkan tubuhnya, kemudian para penari itu berbalik arah membelakangi para penonton sambil mengganti topeng yang berwarna putih itu dengan topeng berwarna biru.
Proses serupa juga dilakukan ketika penari berganti topeng yang berwarna merah. Uniknya, seiring dengan pergantian topeng itu, alunan musik yang mengiringinya maupun gerakan sang penari juga semakin keras.
Puncak alunan musik paling keras terjadi ketika topeng warna merah dipakai para penari.
Setiap pergantian warna topeng itu menunjukan karakter tokoh yang dimainkan, misalnya warna putih. Warna ini melambangkan tokoh yang punya karakter lembut dan alim.
Sedangkan topeng warna biru, warna itu menggambarkan karakter sang ratu yang lincah dan anggun. Kemudian yang terakhir, warna merah menggambarkan karakter yang berangasan (temperamental) dan tidak sabaran.
Busana yang dikenakan penari biasanya selalu memiliki unsur warna kuning, hijau dan merah yang terdiri dari toka-toka, apok, kebaya, sinjang dan ampreng.
Dalam tarian ini biasanya sang penari berganti topeng hingga tiga kali secara simultan, yaitu topeng warna putih, kemudian biru dan ditutup dengan topeng warna merah.
Uniknya, tiap warna topeng yang dikenakan, gamelan yang ditabuh pun semakin keras sebagai perlambang dari karakter tokoh yang diperankan. Tarian ini diawali dengan formasi membungkuk, formasi ini melambangkan penghormatan kepada penonton dan sekaligus pertanda bahwa tarian akan dimulai.
Setelah itu, kaki para penari digerakkan melangkah maju-mundur yang diiringi dengan rentangan tangan dan senyuman kepada para penontonnya.
Gerakan ini kemudian dilanjutkan dengan membelakangi penonton dengan menggoyangkan pinggulnya sambil memakai topeng berwarna putih, topeng ini menyimbolkan bahwa pertunjukan pendahuluan sudah dimulai.
0 Komentar