Perkembangan Tari topeng

         Indonesia sudah terkenal dengan kebudayaan yang beraneka ragam yang ada di seluruh propinsi yang ada. Salah satu kebudayaan itu adalah seni tari. Seni tari setiap daerah mempunyai ciri khas yang berbeda dengan daerah lainnya. Salah satunya adalah tari topeng Cirebonan.
Tari topeng Cirebonan ini ternyata salah satu seni yang berisi hiburan juga mengandung simbol-simbol yang melambangkan berbagai aspek kehidupan seperti nilai kepemimpinan, kebijaksanaan, cinta bahkan angkara murka serta menggambarkan perjalanan hidup manusia sejak dilahirkan hingga menginjak dewasa. Dalam hubungan ini maka seni tari topeng ini dapat digunakan sebagai media komunikasi yang sangat positif sekali.  Pada masa itu dimana Cirebon sebagai pusat penyebaran agama Islam, Sunan Gunung Jati bekerja sama dengan Sunan Kalijaga menggunakan tari topeng ini sebagai salah satu upaya untuk menyebarkan agama Islam dan sebagai hiburan di lingkungan keraton.Sebenannya tari topeng ini sudah ada jauh sejak abad 10-11 M yaitu pada masa pemerintahan Raja Jenggala di Jawa Timur yaitu Prabu Panji Dewa. Melalui seniman jalanan seni tari topeng ini masuk ke Cirebon dan mengalami akulturasi dengan kebudayaan setempat. Ternyata dalam perkembangannya disebut dengan Topeng Babakan atau dinaan yaitu berupa penampilan 5 atau 9 topeng dari tokoh-tokoh cerita panji.
       Topeng ini berasal dari kata Taweng yang berarti tertutup atau menutupi, sedangkan pendapat lainnya mengatakan bahwa topeng berarti penutup muka atau kedok.Dengan demikian tari topeng ini dapat diartikan sebagai seni tari yang menggunakan penutup muka berupa topeng atau kedok oleh para penari pada waktu pementasannya.Unsur-unsur yang terdapat pada seni tari topeng mengandung simbol-simbol dan penuh dengan pesan terselubung, baik dari warna kedok, jumlah kedok, jumlah gamelan pengiring dan lainnya.Jumlah topeng keseluruhannya ada 9 buah yaitu panji, samba atau pamindo, rumyang, tumenggung atau patih, kelana atau rahwana, pentul, nyo atau sembelep, jingananom dan aki-aki.Topeng yang dijadikan topeng pokok ada lima buah yaitu panji, samba, rumyang, tumenggung dan kelana, sedangkan keempat kedok lainnya digunakan apabila dibuat cerita atau lakon seperti Jaka Blowo, Panji Blowo, Panji Gandrung dan lainnya.Kelima kedok itu disebut dengan Topeng Panca Wanda yang artinya topeng lima profil.
        Ini salah satu gerakan tari Samba yang diperankan oleh Tia beberapa waktu yang lalu. Tari topeng merupakan kesenian tradisional asal Cirebon yang sudah melegenda. Dibalik keindahan gerak tariannya menyimpan makna filosofis tentang kehidupan.    Pemerhati Seni dan Budaya Cirebon, Elang Heri Komarahadi mengatakan tari topeng Cirebon memilki lima karakter topeng, yaitu Panji, Samba, Rumyang, Tumenggung, dan Klana. Masing-masing kelima topeng itu menggambarkan perjalanan kehidupan manusia.   "Tari topeng, gambarkan perjalanan manusia dari mulai lahir hingga sampai masa kejayaan,"  Topeng panji memiliki warna putih yang melambangkan sosok manusia yang baru mengenal dunia dengan karakter alim atau perlambang kesucian. Topeng samba berwarna putih gading dan digambarkan sebagai seseorang yang selalu belajar atau ikhtiar serta memiliki sifat lincah dan ingin tahu.   "Topeng samba wandanya lebih ganjen atau banyak aksesorisnya,"  Kemudian topeng rumyang yang mempunyai dua karakter yaitu lembut dan gagah. Rumyang sendiri berwarna merah muda dengan paras yang menengadah. Lalu, topeng tumenggung berwarna merah muda tua yang merupakan gambaran dari kemapanan. Tumenggung adalah utusan raja yang patuh pada pimpinan.   "Bentuk dari topeng tumenggung sendiri memiki mata belo, berkumis dan digambarkan gagah,"   Terakhir, topeng klana berwarna merah simbol dari angkara murka dan titik puncak dari fase kehidupan. Ketika seseorang berada pada fase ini terkadang lupa diri, seenaknya serta dikendalikan oleh nafsu.


        Elang menjelaskan kesenian tari topeng sudah berusia ratusan tahun, diperkirakan sudah pada masa Sunan Gunung Jati bertahta sebagai Sultan Cirebon pada abad ke-14 masehi.    Ketika masa itu, tari topeng digunakan oleh para wali sebagai media menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Karena bisa mengundang orang untuk datang berkumpul."Ketika berdakwah dengan media tari topeng para wali atau sunan menyisipkan ajaran Islam didalamnya," jelasnya.    Dia menambahkan dalam pementasan tari topeng biasanya diiringi dengan musik dari gamelan. Dan seiring perkembangan jaman, gaya tari topeng pun mulai berkembang.   "Muncul berbagai macam versi atau gaya tarian diantaranya gaya Slangit, Indramayu, Palimanan, Gegesik dan Losari. Namun semuanya masih pada pakemnya," pungkasnya.
       Ketua Pusat Studi Topeng Cirebon, menemukan lebih dari 15 versi gaya topeng Cirebon yang pernah hidup di pantura. ”Desa-desa asal para seniman keraton itulah yang mengembangkan berbagai gaya tarian topeng Cirebon,beberapa desa yang mengembangkan gaya tari topeng, di antaranya, adalah Losari, Slangit, Gegesik, Susukan, Kreyo, dan Kalianyar yang ada di wilayah Kabupaten Cirebon; Desa Tambi, Pekandangan, Lelea, dan Bongas di Indramayu; Jatitujuh di Majalengka; dan Cipunagara di Subang.Tarian topeng di tiap-tiap daerah itu bisa ditarikan dengan bermacam-macam gaya, tergantung dari asal desanya. Gaya Losari dari Cirebon timur, misalnya, ditarikan dengan gerakan kayang atau meliukkan tubuh ke belakang. Gaya ini tidak terdapat pada tarian topeng dari daerah lain.
       Letak geografis Losari yang lebih dekat dengan Jawa Tengah membuat gaya topengnya terpengaruh tarian topeng Jateng yang mengisahkan cerita Panji, pangeran dari Jenggala. Tarian versi Losari ini biasa disebut juga topeng lakonan. Ada tujuh tarian topeng yang biasanya ditampilkan dalam satu rangkaian, yakni samba, patih jayabadra, kili padagunata, jinggan anom, tumenggung magangdiraja, klana bandopati, dan rumyang.sementara tarian dari wilayah barat, yaitu Palimanan, Gegesik, Susukan, Tambi, Kreo, dan Kalianyar, gerakan tariannya lebih mencerminkan simbol-simbol perjalanan hidup manusia. Urutan tariannya tak terikat pada pembabakan yang berjumlah lima, yaitu panji, samba (pamindo), rumyang, temenggung, dan klana.
Sukarta , dalang wayang, yang juga cucu maestro tari topeng suji dari Palimanan, menuturkan, perbedaan gaya salah satunya dipengaruhi oleh postur tubuh penari.kakek buyutnya, Ki Wentar, sengaja membuat bermacam posisi berdiri disesuaikan postur tubuh anak didiknya. Selain dari postur tubuh, perbedaan gerak juga bisa dipengaruhi penafsiran serta kepantasan gerak.

Posting Komentar

0 Komentar