Penjelasan
sejarah Malang sebagai jajahan Belanda sangat berpengaruh kelak terhadap proses
tumbuh kembang kebudayaan lokal di wilayah Malang, seperti halnya pelaksanaan
acara-acara wisata sejarah Malang yang tidak pernah meninggalkan kawasan jalan
Kawi yang sampai saat ini dihuni oleh anak keturunan para penjajah Belanda. Salah
satu pusat persebaran seni tari topeng di tanah Jawa adalah di wilayah Malang,
di mana dahulu terdapat kerajaan yang bernama kerajaan Singosari. Murgiyanto
dan Munardi dalam penelitiannya menyebutkan bahwa awal mula dikenalnya tari
topeng di wilayah Malang terjadi pada abad ke-13 Masehi, yaitu pada periode
pemerintahan raja Kertanegara . Sejak saat itulah seni tari topeng yang berada
di daerah Malang dinamakan sebagai tari Topeng Malang. Adapun bukti mengenai
keberadaan tari topeng di masa kerajaan Singosari adalah adanya relief di
beberapa candi peninggalan kerajaan Singosari yang dalam relief tersebut
digambarkan suasana di dalam lokasi kerajaan yang di dalamnya dimainkan tarian
bertopeng. Dalam relief tersebut para penari topeng memakai atribut endhong (sayap
belakang), rapek (hiasan setengah lingkaran di depan celana, lazim
juga disebut pedangan), bara-bara dan irah-irahan (mahkota)
yang bentuknya sama dengan kostum tari topeng di masa sekarang.
Malang sebagai bagian dari kota sejarah kerajaan Jawa (Singosari) dahulu banyak memiliki komunitas tari topeng di tiap-tiap daerah.
Malang sebagai bagian dari kota sejarah kerajaan Jawa (Singosari) dahulu banyak memiliki komunitas tari topeng di tiap-tiap daerah.
Sampai saat ini, di wilayah Malang Raya komunitas tari
topeng hanya bisa ditemui sedikitnya 4 komunitas yang aktif berkesenian. Itupun
berada di wilayah-wilayah pelosok. Namun dari data wawancara dengan beberapa
akademisi yang dikumpulkan ada kesatuan paham yang menjurus pada kesimpulan
bahwasanya daerah tempat komunitas tari ini berada dahulu merupakan daerah yang
banyak dihuni oleh pemeluk agama Hindu-Jawa. Bahkan sebagian dari daerah
tersebut masih didominasi oleh masyarakat Hindu-Jawa yaitu di wilayah Tengger
Ngadas Malang. Menurut catatan Murgiyanto, komunitas tari topeng modern yang
tertua adalah di wilayah Tumpang. Kemunculan komunitas ini diawali oleh
pengembangan kesenian tari topeng di wilayah kecamatan Tumpang pada pertengahan
abad 19-an oleh Mbah Rusman yang terkenal dengan nama Kik Tirto. Nama ini
merujuk pada nama Tirtowinoto, dan arti kata “Kik” adalah bapak sehingga nama
Kik Tirto berarti bapak dari Tirto . Sekarang di wilayah Tumpang hanya ditemui
paguyuban seni tari Mangun Dharmo pimpinan Karen Elizabeth di desa Tulus Besar
dan Sri Margo Utomo di desa Glagah Dowo pimpinan Rasimoen. Versi lain
menyebutkan bahwa tari topeng yang terhitung tua dan masih terkenal di wilayah
kabupaten Malang adalah di dusun Kedungmonggo, tempat penelitian ini
berlangsung.
Menurut
penuturan Handoyo : “Tari topeng di wilayah Malang yang sampai sekarang masih
aktif dan eksis ya di sini ini mas (Kedungmonggo). Komunitas lainnya meskipun
masih ada tetapi sudah jarang tampil di depan umum. Kadang kalau ada pertunjukan
dari komunitas lain, sebagian penarinya juga diambil dari sini.” Masih menurut
Handoyo, sejarah munculnya tari topeng di Kedungmonggo itu sejak zaman
penjajahan Belanda. Sayangnya ketepatan waktu tahun munculnya belum bisa
dipastikan. Namun menurutnya munculnya di lokasi penelitian adalah waktu
kabupaten Malang dipimpin oleh bupati Malang yang bernama Raden Sjarip bergelar
Adipati Suryo Adiningrat pada tahun 1890an. Orang yang dulu mengajarkan tari
topeng pertama kali di dusun Kedungmonggo adalah Ki Serun setelah sebelumnya
belajar dari Gurawan, seorang guru tari topeng yang berasal dari gunung Kawi.
Ki Serun memberikan pendidikan tari pada beberapa masyarakat di sekitar dusun
sehingga pada akhirnya muncullah bibit-bibit penari topeng yang mengawali proses
pembentukan komunitas tari topeng di dusun Kedungmonggo. Setelah Ki Serun
lanjut usia kepemimpinan komunitas tersebut dipegang oleh pak Kiman, yang tak
lain adalah putranya sendiri. Pak Kiman memiliki bakat dan kemampuan untuk
menari dan memahat topeng. Namun kala itu keberadaan tari topeng Malang
mengalami dinamika yang cukup mengenaskan. Beberapa pengikut komunitas ini
tidak mampu mengembangkan tari topeng seperti sebelumnya karena terbelit
berbagai masalah.
Di sisi lain, keberadaan tari topeng tidak mampu
menunjang kehidupan ekonomi para anggotanya.
Selanjutnya setelah meninggalnya pak Kiman sejarah komunitas tari topeng yang tertatih-tatih dalam menjalani roda zaman dialih-tangankan pada sosok Karimun kecil yang dia adalah anak Kiman, cucu dari Kik Serun. Karimun memiliki bakat tari dan memahat serta panjak sehingga di tengah komunitas ini eksistensinya bisa diselamatkan dari persaingan jagat hiburan kala itu. Sampai pada tahun 1970an dinamika perkembangan tari topeng Malang mengalami kemunduran yang signifikan. Namun berkat kesabaran dan kegigihan seorang Karimun pada tahun 1980an tari topeng Malang berangsur-angsur mulai dikenal masyarakat Malang secara luas dan menjadi ikon kebanggaan kota Malang berkat kerja sama pemerintah dan masyarakat sekitar Malang dalam menyosialisasikan tari topeng Malang. Terbukti bahwa lokasi Kedungmonggo sampai sekarang banyak dikenal oleh masyarakat seantero Malang dan sering dijadikan rujukan dalam penelitian mengenai seni kebudayaan lokal utamanya seni tari dan seni pahat.
Selanjutnya setelah meninggalnya pak Kiman sejarah komunitas tari topeng yang tertatih-tatih dalam menjalani roda zaman dialih-tangankan pada sosok Karimun kecil yang dia adalah anak Kiman, cucu dari Kik Serun. Karimun memiliki bakat tari dan memahat serta panjak sehingga di tengah komunitas ini eksistensinya bisa diselamatkan dari persaingan jagat hiburan kala itu. Sampai pada tahun 1970an dinamika perkembangan tari topeng Malang mengalami kemunduran yang signifikan. Namun berkat kesabaran dan kegigihan seorang Karimun pada tahun 1980an tari topeng Malang berangsur-angsur mulai dikenal masyarakat Malang secara luas dan menjadi ikon kebanggaan kota Malang berkat kerja sama pemerintah dan masyarakat sekitar Malang dalam menyosialisasikan tari topeng Malang. Terbukti bahwa lokasi Kedungmonggo sampai sekarang banyak dikenal oleh masyarakat seantero Malang dan sering dijadikan rujukan dalam penelitian mengenai seni kebudayaan lokal utamanya seni tari dan seni pahat.
Dalam “Tari Topeng Malang” dapat diartikan
sebagai gerakan badan yang berirama dengan diiringi bunyi-bunyian dengan
menggunakan penutup muka yang menyerupai muka orang yang berasal dari Kabupaten
Malang. Tari ini digunakan dalam karya seni Wayang Topeng Malangan. Tari Topeng
juga dapat ditampilkan secara “lepas” dari lakon Wayang Topeng menurut
perkembanganya. Dalam bentuk lakon biasanya menjadi bagian dari sebuah cerita
yang menggambarkan karakter tertentu dalam cerita tersebut. Pertunjukan Wayang
Topeng biasanya memakai sekelompok pengrawit “Karawitan” dalam mengiringi
pertunjukan tersebut. Pada tari “lepas” biasanya tarian yang dipilih adalah
tarian “Bapang” dan “Patih” saja.
Topeng Malang pementasan wayang Gedog yang dalam
pertunjukannya mempergunakan topeng. Dalam perkembangannya di Kedungmoro dan
Polowijen, Kecamatan Blimbing, Malang yang dikenal dengan sebutan Topeng
Jabung. Dalam pementasannya mengetengahkan ceritera-ceritera Panji dengan
tokoh-tokohnya seperti : Panji Inu Kertapati, Klana Swandana, Dewi Ragil
Kuning, Raden Gunungsari, dll. Para penari mengenakan topeng dan menari sesuai
dengan karakter tokoh yang dimainkan. Dalam pementasan dipergunakan tirai yang
terbelah tengah sebagai pintu keluar/masuk para penarinya. Maestro Topeng
Malang, yang tetap melestarikannya adalah Mbah Karimun bersama istrinya Siti
Maryam, dengan tetap melatih anak-anak kecil di lingkungannya untuk belajar
membuat Topeng Malang dan tari Topeng Malangan. Demikian pula Mbah Kari (
kelahiran Desa Jabung Malang,1936 ) dengan tekun memahat dan mengukir kayu
untuk dibuat topeng. Ketekunan yang dilandasi oleh semangat pengabdian dan
kesetiaan pada tradisi topeng yang diwarisi dari nenek moyangnya, walaupun di
usia tuannya masih dengan penuh semangat melatih para penari usia muda,
memberikan contoh ragam-ragam gerak tari topeng Malangan versi Jabung.
Tari
Topeng malang biasanya memakai celana atau lakon Panji ceritanya antara lain,
Sayembara Sedolanang, Umbul-umbul Majapura, Baderbang Sisik Kencana, Panji
Laras, Walangwati-walang Semirang, Patah Kundonowa
Rongso, Adege Kediri, Jenggala Mbangun Candi, dan masih banyak lagi
Di Kedung Monggo mempunyai 76 karakter yang
bisa di bagi menjadi empat bagian. Peran dalam Wayang Topeng dibagi menjadi 4
yaitu :
1.
Protagonis
dari tokoh baik Kerajaan Jenggala dan Kediri yaitu tokoh Panji dan Putri
2.
Antagonis
dari Kerajaan Sabrang atau seberang yaitu, Kerajaan Dulang Kencana, Bantar
Angin dan lainnya. Tokohnya adalah, Klana, Bapang, Patih Sabrang dan Butho
3.
Tokoh
lucu biasanya abdi yaitu, Demang dan Emban
4.
Tokoh
hewan seperti Ayam, Naga, Ikan, Monyet, Celeng/Babi, Sapi, dan Lalat (jelmaan
Walangwati-walang Semirang.
A.
Prosesi
pertunjukan tari
Sampailah
pada proses pertunjukan yang terpenting. Pada segmentasi ini, tari dimainkan
sesuai dengan lakonnya. Pada acara rutin senin legian tema yang dimainkan tidak
ditentukan karena pertunjukan ini dilakukan hanya sebagai rutinan saja dan
semata-mata untuk menjaga kelestarian kesenian. Namun pada beberapa acara
tertentu, pertunjukan tari yang ditampilkan disesuaikan dengan permintaan
penghelat acara. Pada tiap-tiap adegannya, pertunjukan ini dibagi secara runtut
yang menjadi pakem pertunjukan. Pendapat ini merupakan hasil penelitian
Murgiyanto mengenai segmentasi yang ada dalam proses pertunjukan.
Susunan
tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Jejer sepisan : adegan
kerajaan Jawa / Panji. Pada adegan ini sebelum para penari berdialog, dalang
mengucapkan janturan yang menggambarkan sifat keadilan raja yang memimpin
negaranya dengan makmur dan adil. (gending Angleng atau kalem)
2.
Grebeg Jawa
: pengembaraan Panji (gending Angleng atau kalem)
3.
Jejer kapindo
: adegan di kerajaan Sabrang (gending setro atau agak keras)
4.
Grebeg Sabrang
: adegan pengelanaan raja Klono bersama para patih untuk mencari putri yang
akan dinikahi atau menaklukkan kerajaan lain. (gending gondo boyo atau keras)
5.
Perang grebeg
: Pertemuan antar Panji dengan kerajaan Sabrang (gending gondo boyo atau keras)
6.
Jejer katelu :
adegan pertapaan / kerajaan lain. (gending Angleng atau kalem)
7.
Potrojoyo-Gunung
sari (gending pedhat atau biasa) Adegan ulangan kerajaan pertama
8.
Jejer kalima
: perang besar antar kedua kerajaan (gending gondo boyo atau keras)
0 Komentar